DAERAH TUJUAN WISATA (DTW) : RESUME BUKU PENGETAHUAN DASAR ILMU PARIWISATA

 

A. Pengertian Daerah Tujuan Wisata

Daerah Tujuan Wisata (DTW) merupakan tempat di mana segala kegiatan pariwisata bisa dilakukan dengan tersedianya segala fasilitas dan atraksi wisata untuk wisatawan. Dalam mendukung keberadaan daerah tujuan wisata perlu ada unsur pokok yang harus diperhatikan, yaitu :

1. Objek dan daya tarik wisata

2. Prasarana wisata

3. Sarana wisata 

4. Tata laksana/infrastruktur

5. Masyarakat/lingkungan

Daerah tujuan wisata yang ideal memang harus memiliki daya tarik wisata, mempunyai cukup fasilitas, menawarkan acara/atraksi, menyediakan sesuatu yang dapat dibeli. Suatu daerah tujuan wisata hendaknya memenuhi beberapa syarat, yaitu ketersediaan (a) sesuatu yang dapat dilihat (something to see); (b) sesuatu yang dapat dilakukan (something to do); dan (c) sesuatu yang dapat dibeli (something to buy)

 B. Komponen Daerah Tujuan Wisata

Daerah Tujuan Wisata harus didukung empat komponen utama atau yang dikenal dengan istilah “4A” yaitu : a) Atraksi (attraction), b) Fasilitas (amenities), c) Pendukung (access), dan d) pelayanan (ancillary services)

1.      Atraksi (atraction)

Wisatawan datang untuk menikmati hal-hal yang tidak dapat mereka temukan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Atraksi disebut juga objek dan daya tarik wisata yang diminati oleh wisatawan. Apa yang dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata itulah yang disebut modal atau sumber kepariwisataan (tourism resources). Dalam kaitannya dengan manajemen kepariwisataan, daya tarik atau atraksi (attraction) tersebut dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu obyek wisata (site attraction) dan atraksi wisata (event attraction). Lebih lanjut, obyek wisata juga terbagi menjadi dua kelompok, obyek wisata alam ciptaan Tuhan (natural siteattraction) dan obyek wisata karya manusia (man-made site-attraction). Demikian juga halnya dengan atraksi wisata yang terbagi menjadi dua yakni atraksi “asli” (real, authentic) dan atraksi “pentas” (staged, artificial).

2.      Fasilitas (Amenities)

Secara umum pengertian amenities adalah segala macam prasarana dan sarana yang diperlukan oleh wisatawan selama berada di daerah tujuan wisata. Berikut ini akan diuraikan secara lebih rinci mengenai prasarana dan sarana yang dimaksud seperti:

a.       Usaha Penginapan (accommodation)

Sarana akomodasi yang membuat wisatawan betah adalah akomodasi yang bersih, dengan pelayanan yang baik (ramah, tepat waktu), harga yang pantas sesuai dengan kenyamanan yang diberikan serta lokasi yang relatif mudah dijangkau. Jenis-jenis akomodasi berdasarkan bentuk bangunan, fasilitas, dan pelayanan yang disediakan diantaranya hotel. guest house, wisma, losmen, homestay, perkemahan, dan vila

b.      Usaha makanan dan minuman

Usaha makanan dan minuman di daerah tujuan wisata merupakan salah satu komponen pendukung penting. Usaha ini termasuk di antaranya restoran, warung atau cafe. Wisatawan akan kesulitan apabila tidak menemui fasilitas ini pada daerah yang mereka kunjungi. Makanan adalah nilai tambah yang dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Banyak wisatawan tertarik untuk mencoba makanan lokal, bahkan ada yang datang ke daerah wisata hanya untuk mencicipi makanan khas tempat tersebut sehingga kesempatan untuk memperkenalkan makanan lokal terbuka lebar.

c.       Transportasi dan infrastruktur

Wisatawan memerlukan alat transportasi baik itu transportasi udara, laut dan darat untuk mencapai daerah wisata yang menjadi tujuannya. Komponen pendukung lainnya adalah infrastruktur yang secara tidak langsung mendukung kelancaran kegiatan pariwisata misalnya: air, jalan, listrik, pelabuhan, bandara, pengolahan limbah dan sampah

3.      Aksesibilitas (Access)

Jalan masuk atau pintu masuk utama ke daerah tujuan wisata merupakan access penting dalam kegiatan pariwisata. Airport, pelabuhan, terminal, dan segala macam jasa transportasi lainnya menjadi access penting dalam pariwisata. Access ini diidentikkan dengan transferabilitas yaitu kemudahan untuk bergerak dari daerah yang satu ke daerah yang lain.

4.      Pelayanan tambahan  (ancillary service) 

Pelayanan tambahan atau sering disebut juga pelengkap yang harus disediakan oleh pemerintah daerah dari suatu daerah tujuan wisata, baik untuk wisatawan maupun untuk pelaku pariwisata. Pelayanan yang disediakan termasuk: pemasaran, pembangunan fisik (jalan raya, rel kereta, air minum, listrik, telepon, dan lain-lain) serta mengkoordinir segala macam aktivitas dan dengan peraturan perundang-undangan baik di objek wisata maupun di jalan raya. Misalkan, wisatawan memperoleh pelayanan informasi di Tourism Information Center (TIC), baik berupa penjelasan langsung maupun bahan cetak seperti brosur, buku, leaflet, poster, peta dan lain sebagainya serta penting pula untuk menyediakan pemandu.

a.       Hubungan Wisatawan dengan Tourist Attraction

Tourist attraction sangat mempengaruhi demand atau jumlah wisatawan yang berkunjung ke suatu destinasi pariwisata. Semakin bagus tourist attractionnya, semakin banyak demand yang akan mengunjunginya sehingga tourist attraction itu akan semakin berkembang.

b.      Hubungan Wisatawan dengan Accessibility

Accessibility merupakan suatu hal vital yang sangat mempengaruhi kunjungan demand. Jika di suatu daerah tidak tersedia aksesibilitas yang mencukupi, seperti airport, pelabuhan dan jalan raya maka tidak akan ada wisatawan yang mengunjungi daerah tersebut.

c.       Hubungan Wisatawan dengan Amenities

Amenities merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam pariwisata. Amenities ini adalah fasilitas-fasilitas seperti hotel, transportasi, restaurant, spa, dan yang lainnya. Jika di suatu daerah tidak terdapat amenities yang mencukupi, maka wisatawan tidak akan betah berkunjung di tempat tersebut. Amenities ini sangat dipengaruhi oleh permintaan dan harapan konsumen, contohnya spa.

d.      Hubungan Wisatawan dengan Ancillaries

Ancillaries adalah hal-hal kecil atau pendukung, misalnya warung-warung kecil dan tourist information centre. Adanya hal-hal pendukung ini disebabkan oleh wisatawan yang berkunjung ke suatu tempat karena hal-hal tersebut dibutuhkan oleh wisatawan dan dirasa dapat menghasilkan keuntungan.

e.       Hubungan Wisatawan dengan Community Involvement

Community involvement adalah keterlibatan atau dukungan masyarakat dalam kegiatan pariwisata. Community involvement ini sangat mempengaruhi kunjungan wisatawan. Masyarakat harus dapat mendukung jalannya kegiatan pariwisata ini.

Salah satu bentuk pendekatan dalam pengembangan dan penyelenggaraan tata kelola suatu destinasi yang trend saat ini yaitu dengan nama destination Management Organization (DMO). Destination Management Organization (DMO) pada dasarnya merupakan bentuk otoritas pengelolaan destinasi yang terkoordinasikan dalam satu otoritas manajemen yang mencakup keseluruhan fungsi pengelolaan terhadap elemen-elemen pembentuk suatu destinasi itu sendiri, mulai sejak perencanaan hingga operasional serta pemantauannya.

C. Penetapan Destinasi Pariwisata

Secara teoritik, dapat disimpulkan paling tidak terdapat tiga pendekatan (approach) utama yang bisa dimanfaatkan oleh para perencana dalam membuat zonasi (zoning) atau membuat delienasi dalam rangka menetapkan keberadaan suatu destinasi pariwisata. Ketiga pendekatan di atas sifatnya saling terkait dan saling melengkapi, serta tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri dalam suatu proses penetapan destinasi pariwisata

1.      Pendekatan Persepsi Pasar (Market Perception)

Keberhasilan suatu destinasi menarik kunjungan wisatawan tentunya tidak lepas dari kecermatan pengelola dalam memahami karakter dan ekspektasi pasar yang selanjutnya dijadikan acuan dalam pengembangan produk dan layanan serta fasilitas pendukung wisata yang terkait di dalamnya. Pemahaman terhadap karakter pasar mencakup tidak saja pada aspek sosiodemografi wisatawan namun juga aspek psikografi destinasi wisata yang dikembangkan. Aspek psikografi termasuk di dalamnya adalah motivasi, persepsi, ekspektasi, dan preferensi wisatawan terhadap jenis produk wisata yang dikembangkan di destinasi.

2.      Pendekatan Lintas Batas (Borderless Tourism)

Pendekatan lintas batas dapat diterjemahkan dalam jabaran konsep pengembangan spasial yang lebih operasional dalam program kemitraan strategis antar wilayah yang berdekatan atau kerjasama lintas batas untuk mengembangkan destinasi kepariwisataan secara terpadu, sinergis dan komplementer. Kerjasama terpadu tersebut diperlukan untuk membangun daya tarik kolektif yang kuat sebagai suatu destinasi yang kompetitif dalam skala nasional, regional, bahkan internasional. Sebagai contoh, kerja sama antar daerah sebagaimana yang pernah dirintis dalam konsep joglosemar (destinasi wisata : Yogya, Solo, dan Semarang), merupakan salah satu bentuk contoh upaya pengembangan kerja sama lintas batas (borderless) tersebut.

3.      Pendekatan Klaster Pariwisata

Secara teoritik pemahaman tentang klaster dapat didefinisikan sebagai konsentrasi geografis dari komponen usaha dan lembaga yang bergerak dalam suatu bidang khusus atau tertentu yang menjadi produk utama (core product). Pendekatan klaster banyak diterapkan dalam pengembangan usaha di sektor industri. Beberapa contoh keberhasilan pengembangan wilayah yang mengadopsi konsep klaster tersebut misalnya adalah : industri keramik di Italia, industri teknologi informasi di Silicon Valey atau industri anggur di California. Prinsip utama yang dikembangkan dari konsep pengembangan wilayah yang berbasis klaster ini adalah keterkaitan geografis dari sektor-sektor usaha terkait yang secara sinergis dan komplementer saling bekerja sama dalam meningkatkan daya saing produk dan usaha yang ada.

D. Siklus Hidup Daerah Tujuan Pariwisata (Tourism Area Life Cycle)

Perkembangan di dunia pariwisata sering dilakukan studi-studi tentang Tourism Area Life Cycle, kerangka kerja dalam setiap studi memberikan kerangka yang jelas tentang pengelolaan suatu daerah tujuan wisata atau destinasi wisata, karena setiap destinasi wisata memilki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga kedinamisan suatu pengelolaan wilayah wisata sangatlah mugkin terjadi. Adapun tahap-tahap Tourism Area Life Cycle adalah sebagai berikut :

1.      Penemuan (Exploration)

Merupakan tahap awal berkembangnya suatu daerah menjadi daerah tujuan wisata. Jumlah kunjungan wisatawan ke daerah tersebut masih dalam jumlah yang sangat terbatas. Pada tahap ini dampak pembangunan pariwisata masih belum tampak nyata atau masih sangat kecil. Meskipun muncul kegiatan yang berkaitan dengan kedatangan wisatawan namun masih pada skala yang sangat kecil.

2.      Pelibatan (Involvement)

Pada tahap pelibatan, jumlah kedatangan wisatawan mulai meningkat. Seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan, penduduk lokal mulai menyediakan sarana dan fasilitas yang dibutuhkan oleh wisatawan. Masyarakat dan pemerintah lokal sudah mulai melakukan sosialisasi atau periklanan dalam skala terbatas, pada musim atau bulan atau hari-hari tertentu misalnya pada liburan sekolah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar, dalam kondisi ini pemerintah lokal mengambil inisiatif untuk membangun infrastruktur pariwisata namun masih dalam skala dan jumlah yang terbatas

3.      Pengembangan (Development)

Pada tahapan ini, telah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar dan pemerintah sudah berani mengundang investor nasional atau internasional untuk menanamkan modal di kawasan wisatawan yang akan dikembangkan. Pemasaran fasilitas sudah dilakukan ke luar wilayah khususnya ke daerah-daerah yang menjadi asal wisatawan. Pariwisata pada tahap ini sudah benar-benar telah menjadi sebuah bisnis.

4.      Konsolidasi (consolidation)

Pada tahap ini, sektor pariwisata menunjukkan dominasi dalam struktur ekonomi pada suatu kawasan dan ada kecenderungan dominasi jaringan internasional semakin kuat memegang peranannya pada kawasan wisatawan atau destinasi tersebut. Peranan pemerintah lokal mulai semakin berkurang sehingga diperlukan konsolidasi untuk melakukan reorganisasional, dan keseimbangan peran dan tugas antara sektor pemerintah dan swasta.

5.      Stagnasi (Stagnation)

Pada tahapan ini, angka kunjungan tertinggi telah tercapai dan beberapa periode menunjukkan angka yang cenderung stagnan. Walaupun angka kunjungan masih relatif tinggi namun destinasi sebenarnya tidak menarik lagi bagi wisatawan. Pada tahap jenuh, industri pariwisata mulai mengalami persaingan yang semakin tajam karena jumlah kunjungan wisatawan tidak lagi mengalami peningkatan. Fasilitas pariwisata mulai dijual dengan harga murah untuk mempertahankan jumlah kunjungan wisatawan. Kebutuhan akan tenaga kerja yang murah untuk mengurangi kerugian mendorong terjadinya urbanisasi.

6.      Penurunan (Decline)

Destinasi hanya dikunjungi oleh wisatawan domestik saja itupun hanya ramai pada akhir pekan dan hari liburan saja. Banyak fasilitas wisata berubah fungsi menjadi fasilitas selain pariwisata. Pada titik jenuh kualitas pelayanan pada berbagai fasilitas pariwisata mulai menurun. Penurunan kualitas menyebabkan berkurangnya permintaan, hal ini akan mendorong daerah tujuan wisata mulai ditinggalkan baik oleh wisatawan maupun investor yang tidak lagi bisa meraih keuntungan di daerah tersebut. Jika hal ini terjadi maka daerah tersebut menuju tahap kemunduran (decline).

7.      Peremajaan (Rejuvenation) 

     Jika ingin melanjutkan pariwisata, perlu dilakukan pertimbangan dengan mengubah pemanfaatan destinasi, mencoba menyasar pasar baru, mereposisi atraksi wisata ke bentuk lainnya yang lebih menarik. Pendudul lokal yang kini memiliki otoritas penuh di daerahnya bisa melakukan terobosan-terobosan baru seperti menciptakan atraksi wisata yang baru ataupun penggunaan sumber daya alam yang belum terekplorasi sebelumnya untuk menarik kembali wisatawan untuk datang ke daerah mereka

 

 

Sumber

Suwena, I Ketut dan Widyatmaja I.G.N, 2010. Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata. Bali: Udayana University Perss. 

Komentar

Postingan Populer