PRAKTIKUM TIPE DAN PEMANFAATAN HUTAN
Hutan hujan tropis dataran rendah |
TIPE DAN PEMANFAATAN HUTAN
I. PENDAHULUAN
Mahasiswa Fakultas Kehutanan dituntut untuk mengetahui dan memhami variasi tipe-tipe hutan di lapangan serta pemanfaatannya. Hutan bervariasi tergantung kondisi geografi medan dan waktu pembentukannya. Demikian pula pemanfaatan hutan di lapangan bervariasi tergantung pada tipe dan kondisi hutan. Mengamati secara langsung gambaran variasi hutan di lapangan serta pemanfaatannya memudahkan mahasiswa dalam meningkatkan pemahaman terhadap bahan perkuliahan tersebut, meningkatkan ketrampilan, serta dapat menjadi pribadi yang lebih matang.
Tipe hutan yang diperkenalkan pada praktik ini meliputi hutan alam dan hutan tanaman yang dilaksanakan pada tiga lokasi berbeda, yaitu Taman Nasional Alas Purwo, Cagar Alam Kawah Ijen, dan Hutan Tanaman Pegunungan rendah (Hutan Pinus) KPH Bondowoso. Dalam masing-masing tipe hutan dilakukan pengamatan untuk dapat mendeskripsikan vegetasi dan lingkungan fisiknya.
Praktik pemanfaatan hutan mencakup tentang potensi pemanfaatan sumber daya hutan serta pemanfaatan riil dalam kehidupan. Baik hutan alam maupun hutan tanaman dapat dimnfaatkan dari aspek ekonomi, sosial, dan ekologinya.
II. TUJUAN
Praktik Tipe dan Pemnfaatan Hutan bertujuan supaya mahasiswa dapat mengidentifikasi, memahami, dan menjelaskan berbagai tipe hutan dan strategi pengelolaan dan pemanfaatannya.
III. METODE PRAKTIK
1. Tipe-Tipe Hutan
Tipe-tipe hutan yang diperkenalkan dalam praktik ini adalah
a. Hutan Hujan Tropis Pegunungan Rendah
b. Hutan Tanaman di Dataran Rendah
c. Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah Selalu Hijau
d. Hutan Mangrove
e. Hutan Payau
f. Vegetasi Pantai
2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktik Tipe dan Pemanfaatan Hutan yaitu :
a. Tali
b. Meteran
c. Kompas
d. Forestry Nikon Pro
e. Alat tulis
f. Kamera hp
g. Haga meter
h. GPS
i. Higrometer
j. Termometer tanah
b. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktik ini yaitu tingkat pertumbuhan pohon mulai dari semai, sapihan, tiang, hingga pohon serta bentuk pertumbuhan lainnya seperti talofit, liana, jamur, semak, herba, dan epifit pada tiap tipe hutan yang diamati.
3. Cara Mengumpulkan Data
a. Pengamatan tanpa pembuatan petak ukur
Pengamatan tanpa pembuatan petak ukur mencakup data lokasi dan waktu pengamatan, ketinggian tempat, faktor klimatik, dan faktor edafik. Pengamatan deskripsi tanah dan pemanfaatan hutan dipandu oleh dosen pemateri. Pengamatan tanah meliputi jenis tanah, jenis bahan induk, ketebalan seresah, profil tanah, tekstur dan struktur tanah, pH tanah, warna tanah, serta keadaan di sekitar lobang profil tanah yang diamati.
b. Pengamatan dengan pembuatan petak ukur
Pada setiap tipe hutan dilakukan pembuatan petak ukur berukuran 20x20 m dengan metode nested sampling. Pengamatan semai dilakukan dalam petak 2x2, sapihan dalam petak 5x5, tiang dalam petak 10x10, dan pohon dalam petak 20x20. Dalam petak ukur 2x2 dilakukan pengamatan terhadap jumlah dan jenis semai. Dalam petak ukur 5x5 dilakukan pengamatan terhadap jumlah dan jenis sapihan. Dalam petak ukur 10x10 dan 20x20 dilakukan pengamatan dan pengukuran terhadap jenis, keliling, tinggi, tbbc, Pengukuran diameter, pengukuran tinggi, pencatatan data bentuk pertumbuhan, pencatatan data tingkat pertumbuhan, dan pencatatan data stratifikasi.
IV. HASIL PRAKTIK
4. 1. VEGETASI PANTAI
4,1.1. Waktu dan Lokasi Praktik
Pengamatan vegetasi pantai dilaksanakan pada tanggal 31 Juli 2019 di kawasan Pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur.
4.1.2. Deskripsi Hutan
Indonesia memiliki sekitar 17.508 pulau dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km. Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai vegetasi pantai salah satunya adalah vegetasi hutan pantai. Dimana pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan ekosistem darat. Hutan pantai merupakan bagian dari wilayah pesisir dan laut yang memiliki potensi sumberdaya alam yang produktif (Waryono, 2000).
Tabel 1. Data Struktur Vertikal di Vegetasi Pantai
Kelas Lapisan Tajuk |
Kriteria |
Jumlah Individu |
Presentase |
Atas |
h > 2/3 tertinggi |
1 |
2.5 |
Tengah |
2/3 h tertinggi ≧ h > 1/3 tertinggi |
8 |
20 |
Bawah |
1/3 h tertinggi ≧ h > 1,5 m |
31 |
77.5 |
Total |
40 |
100 |
Tabel 2. Kerapatan Pohon Pada Berbagai Tingkatan Hidup di Vegetasi Pantai
Tingkatan Hidup |
Kerapatan (n/ha) |
Semai |
85833 |
Sapihan |
1133 |
Tiang |
183 |
Pohon |
75 |
Gambar 2. Distribusi Kelas Diameter Vegetasi Pantai
Tabel 3. Struktur Kuantitatif Pada Setiap Tingkatan Hidup Pohon di Vegetasi Pantai
Tabel 4. Indeks Diversitas Shannon Pada Berbagai Tingkatan Hidup Pohon di Vegetasi Pantai
Tabel 5. Hasil Pengamatan Bentuk Pertumbuhan Selain Pohon di Vegetasi Pantai
Bentuk Pertumbuhan |
Sedikit |
Sedang |
Banyak |
Semak dan Herba |
x |
|
|
Liana |
|
|
x |
Epifit |
x |
|
|
Talofit (lumut) |
x |
|
|
4.1.3. Deskripsi Faktor Klimatik
Suhu pada area vegetas pantai mencapai 27˚ C dengan kelembaban 61˚C
4.1.4. Deskripsi Faktor Edafik
Jenis tanah yang terdapat di area vegetasi pantai yaitu entisol yang diklasifikasikan lagi menjadi tanah regosol. Kelebihan dari jenis tanah ini adalah memiliki aerasi (pertukaran udara di atmosfer dan di dalam tanah) yang baik, drainase cepat sampai sangat cepat, dan simpanan air tanahnya tidak terlalu dalam, sedangkan kekurangan dai jenis tanah ini yaitu unsur hara belum tersedia, water holding capacity rendah, dan tingginya salinitas tanah menyebabkan tingginya nilai pH serta dapat menghasilkan arus listrik
Vegetasi pantai mendapat unsur hara dari air dan atau penguapan air serta dekomposisi seresah yang ada.
4.1.5. Pemanfaatan
Pemanfaatan vegetasi pantai cenderung menitikberatkan pada manfaat yang dapat diambil dari masing-masing spesies penyusunnya, diantaranya:
1. Keben : Untuk memecah angin
2. Ketapang : Kayunya digunakan sebagai bahan pembuatan kano atau kapal dan daunnya baik untuk pengobatan
3. Nyamplung : Bahan baku biodiesel
Secara garis besar vegetasi pantai ini memiliki banyak manfaat yaitu dapat meredam hempasan gelombang tsunami, mencegah terjadinya abrasi pantai, melindungi ekosistem darat dari terpaan angin dan badai, pengendali erosi, habitat flora dan fauna, tempat berkembang biak, pengendali pemanasan global, penghasil bahan baku industri kosmetik,biodisel dan obat-obatan serta sebagai penghasil bioenergy.
4.2. HUTAN MANGROVE
4.2.1. Waktu dan Lokasi Praktik
Pengamatan hutan mangrove dilaksanakan pada tanggal 01 Agustus 2019 di kawasan Hutan Mangrove Taman Nasional Alas Purwo Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur.
4.2.2. Deskripsi Hutan
Mangrove merupakan salah satu ekosistem langka dan khas di dunia, karena luasnya hanya 2% permukaan bumi. Indonesia merupakan kawasan ekosistem mangrove terluas di dunia. Ekosistem ini memiliki peranan ekologi, sosial-ekonomi, dan sosia-budaya yang sangat penting. Hutan mangrove merupakan formasi dari tumbuhan yang spesifik, dan umumnya dijumpai tumbuh dan berkembang pada kawasan pesisir yang terlindung di daerah tropika dan subtropika.
Tabel 6. Data Struktur Vertikal di Hutan Mangrove
Kelas Lapisan Tajuk |
Kriteria |
Jumlah Individu |
Presentase |
|
Atas |
h > 2/3 tertinggi |
8 |
80 |
|
Tengah |
2/3 h tertinggi ≧ h > 1/3 tertinggi |
2 |
20 |
|
Bawah |
1/3 h tertinggi ≧ h > 1,5 m |
0 |
0 |
|
|
10 |
100 |
|
Tabel 7. Kerapatan Pohon Pada Berbagai Tingkatan Hidup di Hutan Mangrove
Tingkatan Hidup |
Kerapatan (n/ha) |
Semai |
87 |
Sapihan |
33 |
Tiang |
400 |
Pohon |
167 |
Gambar 5. Grafik Distribusi Diameter Hutan Mangrove Petak 1
Gambar 6. Grafik Distribusi Diameter Hutan Mangrove Petak 2
Tabel 8. Struktur Kuantitatif Pada Setiap Tingkatan Hidup Pohon di Hutan Mangrove
Tabel 9. Indeks Diversitas Shannon Pada Berbagai Tingkatan Hidup di Hutan Mangrove
Tabel 10. Hasil Pengamatan Bentuk Pertumbuhan Selain Pohon di Hutan Mangrove
Bentuk Pertumbuhan |
Sedikit |
Sedang |
Banyak |
Semak dan Herba |
x |
|
|
Liana |
|
|
x |
Epifit |
x |
|
|
Talofit (lumut) |
|
|
x |
4.3.3. Deskripsi Faktor Klimatik
Pada hutan mangrove suhu berkisar 27˚ C dengan curah hujan sekitar 1000-1500 mm/tahun
4.4.4. Deskripsi Faktor Edafik
Tanah pada hutan mangrove mengandung lumpur yang relatif tebal. Tanah ini tergolong tanah baru (entisol) alluvial. Secara umum tanah alluvial di daerah mangrove biasanya subur karena kandungan bahan organiknya tinggi, tetapi kandungan bahan organic tanah sangat bergantung pada material yang dibawa air. Sehingga sifat kimia dari tanah di hutan mangrove dapat dikatakan baik. Di samping itu, tanah ini memiliki sifat fisik yang kurang baik.
Tanah pada hutan mangrove memiliki salinitas yang tinggi sehingga menciptakan kenampakan zona vegetasi yang khas. Tumbuhan pada baris terdepan paling tahan dengan kandungan salinitas yang tinggi. Sehinggga hutan mangrove terdiri dari tiga zonasi berdasarkan tingkat ketahanan tumbuhan terhadap salinitas, yaitu zona proximal dengan tumbuhan Avicenia zona medial dengan tumbuhan Rhizopora dan Bruguiera, serta zona distal dengan tumbuhan mangrove ikutan berupa ketapang dan waru.
4.5.5. Pemanfaatan
Zat tanin pada kulit bakau digunakan untuk subtitusi fenol, perekat papan partikel. Kalor yang terdapat pada kayunya tinggi disebabkan banyaknya kandungan selulolsa, sehingga berpotensi sebagai energi terbarukan.
4.3. HUTAN PAYAU
4.3.1. Waktu dan Lokasi Praktik
Pengamatan hutan payau dilaksanakan pada tanggal 31 Juli 2019 di kawasan Pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur.
4.3.2. Deskripsi Hutan
Hutan payau memiliki karakter intertidal, yaitu daerah yang terdampak pasang surut air laut. Airnya merupakan air payau karena adanya pertemuan antara air tawar dengan air laut. Salinitas pada hutan payau cukup tinggi, tetapi masih lebih tinggi salinitas hutan mangrove dan memiliki arus yang minimal. Tu,nuhan yang dapat tumbuh di hutan payau ini diantaranya Ketapang, nyamplung, murbei, dan nipah.
4.3.3. Deskripsi Faktor Klimatik
Pada hutan mangrove suhu berkisar 28˚C dengan curah hujan 1000-1500 mm/tahun dengan ketinggian tempat 10-15 mdpl
4.3.4. Deskripsi Faktor Edafik
Hutan payau berada di daerah ekoton atau peralihan dari pantai ke daratan. Tanah pada hutan payau adalah lumpur alluvial yang salinitasnya lebih rendah daripada hutan mangrove.
4.3.5. Pemanfaatan
Hutan payau memiliki jenis tumbuhan khas yaitu nipah. Nipah merupakan tumbuhan multi purpose yang dapat dimanfaatkan hampir di semua bagian tumbuhannya. Tumbuhan nipah secara utuh berfungsi sebagai pemecah angin. Daun nipah dapat dimanfaatkan sebagai atap rumah, buahnya dimanfaatkan sebagai bahan baku sirup , kayunya sebagai bahan kayu komposit, lidinya untuk sapu, dan akarnya untuk obat sakit gigi.
4.4. HUTAN HUJAN TROPIS DATARAN RENDAH SELALU HIJAU
4.4.1. Waktu dan Lokasi Praktik
Pengamatan hutan hujan tropis dataran rendah selalu hijau dilaksanakan pada tanggal 31 Juli 2019 di kawasan Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah Selalu Hijau Taman Nasional Alas Purwo Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur.
4.4.2. Deskripsi Hutan
Hutan dataran rendah adalah bentuk hutan yang terletak setelah hutan pantai. Sesuai dengan namanya, hutan ini tumbuh berkembang di wilayah dataran rendah yang memiliki ketinggian antara 5 hingga 1.000 mdpl. Hutan dataran rendah merupakan kawasan hutan yang memiliki vegetasi paling kaya dibandingkan dengan jenis hutan lainnya. Hutan ini memiliki berbagai jenis makhluk hidup dalam jumlah banyak dan beragam, serta memiliki nilai sumber daya alam yang tinggi.
Tabel 11. Data Struktur Vertikal di Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah Selalu Hijau
Kelas Lapisan Tajuk |
Kriteria |
Jumlah Individu |
Presentase |
|
Atas |
h > 2/3 tertinggi |
2 |
3.3333% |
|
Tengah |
2/3 h tertinggi ≧ h > 1/3 tertinggi |
16 |
26.6667% |
|
Bawah |
1/3 h tertinggi ≧ h > 1,5 m |
42 |
70% |
|
Total |
60 |
100% |
|
Tabel 12. Kerapatan Pohon Pada Berbagai Tingkatan Hidup di Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah Selalu Hijau
Tingkatan Hidup |
Kerapatan (n/ha) |
Semai |
5833 |
Sapihan |
400 |
Tiang |
150 |
Pohon |
146 |
Gambar . Grafik distribusi Kelas Diameter Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah Selalu Hijau Petak 1
Tabel 13. Struktur Kuantitatif Pada Setiap Tingkatan Hidup Pohon di Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah Selalu Hijau
Tabel 14. Indeks Diversitas Shannon Pada Berbagai Tingkatan Hidup Pohon di Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah Selalu Hijau
Tabel 15. Hasil Pengamatan Bentuk Pertumbuhan Selain Pohon di Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah Selalu Hijau
Bentuk Pertumbuhan |
Sedikit |
Sedang |
Banyak |
Semak dan Herba |
|
x |
|
Liana |
|
x |
|
Epifit |
|
|
|
Talofit (lumut) |
|
x |
|
4.4.3. Deskripsi Faktor Klimatik
Pada hutan ini suhu berkisar 27˚ dilakukan pada musim kemarau, dengan curah hujan rata-rata 1000-1500 mm/tahun dengan ketinggian 15 mdpl
4.4.4. Deskripsi Faktor Edafik
Terbentuknya tanah pada hutan hujan tropis dataran rendah selalu hijau berasal dari tumpukan seresah. Tanah pada hutan ini bertekstur pasir karena tanah terbentuk berasal dari pantai yang termasuk ke dalam jenis tanah regosol dengan bahan induk terumbu karang.
Kelebihan dari jenis tanah ini yaitu memiliki aerasi yang baik, drainase cepat, dan silika tinggi. Kekurangan dari jenis tanah ini yaitu water holding capacity yang rendah dan belum tersedianya unsur hara.
4.4.5. Pemanfaatan
Hutan hujan tropis dataran rendah selalu hijau memiliki fungsi sebagai balai konservasi flora dan fauna serta berpotensi untuk hasil hutan non-kayu seperti pengembangan ternak lebah madusecara alami.
4.5. HUTAN TANAMAN DATARAN RENDAH
4.5.1. Waktu dan Lokasi Praktik
Pengamatan hutan tanaman dataran rendah dilaksanakan pada tanggal 01 Agustus 2019 di kawasan Hutan tanaman dataran rendah Taman Nasional Alas Purwo Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur.
4.5.2. Deskripsi Hutan
Hutan tanaman dataran rendah dilaksanakan di hutan tanaman mahoni yang sudah tidak difungsikan lagi sebagai hutan tanaman sehingga telah terjadi permudaan alami.
Tabel 16. Data Struktur Vertikal di Hutan Tanaman Dataran Rendah
Kelas Lapisan Tajuk |
Kriteria |
Jumlah Individu |
Presentase |
|
Atas |
h > 2/3 tertinggi |
7 |
24.1379% |
|
Tengah |
2/3 h tertinggi ≧ h > 1/3 tertinggi |
8 |
27.5862% |
|
Bawah |
1/3 h tertinggi ≧ h > 1,5 m |
14 |
48.2759% |
|
Total |
27 |
29 % |
|
Tabel 17. Kerapatan Pohon Pada Berbagai Tingkatan Hidup di Hutan Tanaman Dataran Rendah
Tingkatan Hidup |
Kerapatan (n/ha) |
Semai |
0 |
Sapihan |
800 |
Tiang |
100 |
Pohon |
1075 |
Tabel 18. Struktur Kuantitatif Pada Setiap Tingkatan Hidup Pohon di Hutan Tanaman Dataran Rendah
Tabel 19. Indeks Diversitas Shannon Pada Berbagai Tingkatan Hidup Pohon di Hutan Tanaman Dataran Rendah
Tabel 20. Hasil Pengamatan Bentuk Pertumbuhan Selain Pohon di Hutan Tanaman Dataran Rendah
Bentuk Pertumbuhan |
Sedikit |
Sedang |
Banyak |
Semak dan Herba |
x |
|
|
Liana |
x |
|
|
Epifit |
x |
|
|
Talofit (lumut) |
|
x |
|
4.5.3. Deskripsi Faktor Klimatik
Suhu udara pada hutan ini yaitu 30˚ C
4.5.4. Deskripsi Faktor Edafik
Kelas Lapisan Tajuk |
Kriteria |
Jumlah Individu |
Presentase |
|
Atas |
h > 2/3 tertinggi |
9 |
20 |
|
Tengah |
2/3 h tertinggi ≧ h > 1/3 tertinggi |
11 |
24.4444 |
|
Bawah |
1/3 h tertinggi ≧ h > 1,5 m |
25 |
55.5556 |
|
Total |
45 |
100 |
|
Tanah pada hutan ini berjenis vertisol dengan lempung sneklit. Apabila musim kemarau tanah ini mengering maka tanah akan mengerut, apabila musim hujan maka tanah akan mengembang karena air masuk ke pori-pori tanah. Tanah vertisol hanya terbentuk di Indonesia dan hanya terbentuk di daerah kering
4.5.5. Pemanfaatan
Dilakukan pengamatan pada dua hutan tanaman, yaitu hutan tanaman jati dan hutan tanaman mahoni. Untuk hutan tanaman mahoni, kayunya dimanfaatkan sebagai furniture, konstruksi, dn house component serta daunnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Sedangkan untuk tanaman jati memiliki tingkat awet yang tinggi sehingga nilai komersilnya menjadi tinggi dan mudah dikerjakan untuk mebel dan konstruksi.
4.6. HUTAN HUJAN TROPIS PEGUNUNGAN RENDAH
4.6.1. Waktu dan Lokasi Praktik
Pengamatan Hutan Hujan Tropis Pegunungan Rendah dilaksanakan pada tanggal 01 Agustus 2019 di kawasan Hutan Hujan Tropis Pegunungan Rendah Cagar Alam Kawah Ijen Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur.
4.6.2. Deskripsi Hutan
Hutan hujan tropis pegunungan rendah memiliki vegetasi yang rapat, suhunya rendah, kelembabannya tinggi, dan jarang diintervensi oleh manusia
Tabel 21. Data Struktur Vertikal di Hutan Hujan Tropis Pegunungan Rendah
Kelas Lapisan Tajuk |
Kriteria |
Jumlah Individu |
Presentase |
Atas |
h > 17,7 m |
9 |
20% |
Tengah |
17.7 m ≥ h > 8,8 m |
11 |
24.4444% |
Bawah |
8,8 m ≥ h ≥ 1,5 m |
25 |
55.5556% |
Total |
45 |
100% |
Gambar . Diagram Profil Hutan Hujan Tropis Pegunungan Rendah dalam lampiran
Tabel 22. Kerapatan Pohon Pada Berbagai Tingkatan Hidup di Hutan Hujan Tropis Pegunungan Rendah
Tingkatan Hidup |
Kerapatan (n/ha) |
Semai |
2500 |
Sapihan |
1600 |
Tiang |
433 |
Pohon |
200 |
Tabel 23. Struktur Kuantitatif Pada Setiap Tingkatan Hidup Pohon di Hutan Hujan Tropis Pegunungan Rendah
Tabel 24. Indeks Diversitas Shannon Pada Berbagai Tingkatan Hidup Pohon di Hutan Hujan Tropis Pegunungan Rendah
Tabel 25. Hasil Pengamatan Bentuk Pertumbuhan Selain Pohon di Hutan Hujan Tropis Pegunungan Rendah
Bentuk Pertumbuhan |
Sedikit |
Sedang |
Banyak |
Semak dan Herba |
|
x |
|
Liana |
|
|
x |
Epifit |
|
|
x |
Talofit (lumut) |
|
|
x |
4.6.3. Deskripsi Faktor Klimatik
Pada hutan ini suhu kurang dari 17˚ C
4.6.4. Deskripsi Faktor Edafik
Pada lapisan tiga tidak dijumpai pasir karena terdapat abu vulkanik yang berwarna hitam. Tanah pada hutan hujan tropis pegunungan rendah memiliki aerasi tanah yang lebih baik daripada aerasi pada hutan tanaman. Jarangnya intervensi manusia menyebabkan tanahnya menjadi lebih gembur, infiltrasi baik, dan diversitasnya tinggi sehingga mengurangi potensi erosi
4.6.5. Pemanfaatan
Hutan hujan tropis pegunungan rendah dikelola oleh BKSDA Jawa Timur. Ada pun pemanfaatan riil dari hutan ini adalah sebagai jasa lingkungan. Sedangkan pemanfaatan potensial yaitu memiliki peluang untuk dijadikan tempat wisata
4.7. HUTAN TANAMAN PEGUNUNGAN RENDAH
4.7.1. Waktu dan Lokasi Praktik
Pengamatan Hutan Tanaman Pegunungan Rendah dilaksanakan pada tanggal 30 Juli 2019 di kawasan Hutan Tanaman Pegunungan Rendah Cagar Alam Kawah Ijen Kabupaten Bondowoso Provinsi Jawa Timur.
4.7.2. Deskripsi Hutan
Tabel 26. Data Struktur Vertikal di Hutan Tanaman Pegunungan Rendah
Kelas Lapisan Tajuk |
Kriteria |
Jumlah Individu |
Presentase |
|
Atas |
h > 2/3 tertinggi |
13 |
100% |
|
Tengah |
2/3 h tertinggi ≧ h > 1/3 tertinggi |
0 |
|
|
Bawah |
1/3 h tertinggi ≧ h > 1,5 m |
0 |
|
|
Total |
13 |
100% |
|
Tabel 27. Kerapatan Pohon Pada Berbagai Tingkatan Hidup di Hutan Tanaman Pegunungan Rendah
Tingkatan Hidup |
Kerapatan (n/ha) |
Semai |
|
Sapihan |
|
Tiang |
|
Pohon |
|
Tabel 28. Struktur Kuantitatif Pada Setiap Tingkatan Hidup Pohon di Hutan Tanaman Pegunungan Rendah
Tabel 29. Indeks Diversitas Shannon Pada Berbagai Tingkatan Hidup Pohon di Hutan Tanaman Pegunungan Rendah
Tabel 30. Hasil Pengamatan Bentuk Pertumbuhan Selain Pohon di Hutan Hujan Tropis Pegunungan Rendah
Bentuk Pertumbuhan |
Tidak ada |
Sedikit |
Sedang |
Banyak |
Semak dan Herba |
|
x |
|
|
Liana |
|
x |
|
|
Epifit |
|
x |
|
|
Talofit (lumut) |
|
|
x |
|
4.7.3. Deskripsi Faktor Klimatik
Suhu pada hutan ini relatif rendah dan kelembaban tinggi. Rapatnya tajuk pada hutan hujan tropis pegunungan rendah menyebabkan proporsi cahaya matahari yang dapat menembus masuk ke dalam hutan menjadi kecil.
4.7.4. Deskripsi Faktor Edafik
Hutan hujan tropis ini memiliki jenis tanah andosol dengan tiga lapisan dan pH rata-rata 5,5 sekaligus mengandung banyak material organik. Bahan induk dari batuan ini yaitu batuan vulkanik. Persentase tutupan seresah pada lantai hutan berkisar 70-80% dengan ketebalan kurang lebih 1 cm
4.7.5. Pemanfaatan
Pemanfaatan vegetasi dari hutan ini yaitu manfaat kayu maupun non-kayu. Disamping itu hutan ini dapat memberikan jasa lingkungan berupa penjaga siklus hidrologi, penyerap karbon di udara, rumah bagi berbagai satwa, dan fungsi ekologi lainnya.
PEMBAHASAN
Hutan dapat diartikan sebagai masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohonan yang menempati suatu tempat dimana terdapat hubungan timbal balik antara tumbuhan tersebut dengan lingkungannya. Pepohonan yang tinggi sebagai komponen dasar dari hutan memegang peranan penting dalam menjaga kesuburan tanah dengan menghasilkan serasah sebagai hara penting bagi vegetasi hutan (Ewusie, 1990 dalam Seneng, 2010 dalam Andewi dkk., 2015). Sesuai dengan isi UU Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 hutan didefinisikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Hutan terdiri dari berbagai tipe. Dalam praktik tipe dan pemanfaatan hutan ini terdapat tujuh tipe hutan yang dipelajari, yaitu hutan vegetasi pantai, hutan mangrove, hutan payau, hutan hujan tropis dataran rendah selalu hijau, hutan tanaman dataran rendah, hutan hujan tropis pegunungan rendah, dan hutan tanaman pegunungan rendah.
Pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dengan ekosistem darat. Hutan pantai merupakan bagian dari wilayah pesisir dan laut yang memiliki potensi sumberdaya alam yang produktif. Terdapat beragam jenis tumbuhan yang tumbuh di area ini, diantaranya keben, mabai, waru laut, nyamplung, ketapang, pescaprae, dan ambung-ambung. Berdasarkan pengamatan dan pengukuran di lapangan, didapatkan data bahwa tingkat seedling didominasi oleh spinifax longifolius, pada tingkat pancang dan pohon tumbuhan yang mendominasi ialah Barringtonia asiatica (keben). individu dan spesies yang banyak ditemukan memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi serta reproduksi yang cepat (Djufri, 2010). Oosting (1956) menyatakan bahwa organisme hidup dipengaruhi oleh lingkungan, dimana lingkungan merupakan himpunan beberapa faktor alam yang berbeda termasuk substansi air dan tanah, kondisi (Suhu dan cahaya), angin, organisme dan waktu. Faktor lingkungan abiotik sangat menentukkan penyebaran, pertumbuhan populasi suatu organisme. Jenis tanah yang terdapat di area vegetasi pantai yaitu entisol yang diklasifikasikan lagi menjadi tanah regosol. Kelebihan dari jenis tanah ini adalah memiliki aerasi (pertukaran udara di atmosfer dan di dalam tanah) yang baik, drainase cepat sampai sangat cepat, dan simpanan air tanahnya tidak terlalu dalam, sedangkan kekurangan dari jenis tanah ini yaitu unsur hara belum tersedia, water holding capacity rendah, dan tingginya salinitas tanah menyebabkan tingginya nilai pH serta dapat menghasilkan arus listrik. Vegetasi pantai mendapat unsur hara dari air dan atau penguapan air serta dekomposisi seresah yang ada.
Mangrove menurut Tomlinson dalam Ghufran (2012) adalah istilah umum untuk kumpulan pohon yang hidup di daerah berlumpur, basah, dan terletak di perairan pasang surut daerah tropis. Tanah pada hutan mangrove mengandung lumpur yang relatif tebal. Tanah ini tergolong tanah baru (entisol) alluvial
Tumbuhan pada baris terdepan paling tahan dengan kandungan salinitas yang tinggi. Sehinggga hutan mangrove terdiri dari tiga zonasi berdasarkan tingkat ketahanan tumbuhan terhadap salinitas, yaitu zona proximal dengan tumbuhan Avicenia zona medial dengan tumbuhan Rhizopora dan Bruguiera, serta zona distal dengan tumbuhan mangrove ikutan berupa ketapang dan waru. Dalam pengamatan praktikum ini hanya ditemukan satu spesies pohon, yaitu Bruguiera gymnorezha.
Hutan mangrove banyak dijumpai di pesisir pantai yang terlindungi dari gempuran ombak dan daerah landai. Hutan bakau tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur, sedangkan diwilayah pesisir yang tidak memiliki muara sungai pertumbuhan vegetasi mangrove tidak optimal. Hutan bakau tidak atau sulit tumbuh diwilayah yang terjal dan berombak besar yang berarus pasang surut kuat, karena kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan sebagai substrat (media) bagi pertumbuhannnya (Dahuri:2003).
Hutan payau berkembang di daerah peralihan antara ekosistem air (pantai) dan ekosistem darat atau biasa disebut dengan daerah ekoton. Hutan payau yang diamati banyak ditumbuhi oleh nipah. Batang nipah masuk ke dalam tanah sehingga nipah hanya tampak tajuknya. Hutan payau memiliki karakter intertidal, yaitu daerah yang terdampak pasang surut air laut. Airnya merupakan air payau karena adanya pertemuan antara air tawar dengan air laut. Tumbuhan yang dapat tumbuh di sekitar hutan payau ini diantaranya Ketapang, nyamplung, murbei, dan nipah.
Hutan hujan tropis pada dasarnya adalah hutan hujan di daerah tropis. 70 % spesies tumbuhan hutan hujan tropis memiliki bentuk hidup (life form) panerofit (pohon dan semak). Bentuk hidup ini tidak hanya dominan dalam hal jumlah spesies tapi juga dalam hal jumlah individu spesies. Walaupun demikian, bentuk-bentuk hidup lainnya juga ditemukan di dalam hutan hujan tropis. Berikut ini adalah bentuk-bentuk hidup yang ditemukan di dalam hutan hujan tropis, yaitu: (1) pohon dan semak, (2) herba, (3) liana, (4) hemiepifit, (5) epifit, (6) saprofit dan parasit. (Walter,1971 dalam Wiharto, 2015). Pendapat ini sejalan dengan kenampakan yang ditemui di lapangan. Komponen vegetasi penyusun hutan hujan tropis baik dataran rendah maupun pegunungan rendah tidak hanya berupa tingkat pertumbuhan pohon melainkan juga meliputi bentuk pertumbuhan pohon diantaranya liana, semak, herba, epifit, dan talofit. Hutan hujan tropis pegunungan rendah relatif lebih sejuk dan suhunya lebih rendah dibandingkan dengan hutan hujan tropis dataran rendah. Dengan kelembaban yang lebih tinggi, hutan hujan tropis pegunungan rendah ditumbuhi lebih banyak lumut serta memiliki kerapatan yang lebih tinggi.
Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe hutan tertua yang telah menutupi banyak lahan, terletak pada 10ºLU dan 10ºLS. Tegakan hutan hujan tropis didominasi oleh pepohonan yang selalu hijau. Keanekaragaman spesies tumbuhan dan binatang yang ada di hutan hujan tropis sangat tinggi (Indriyanto, 2005).
Hutan tanaman merupakan hutan dengan tanaman monokultur yang diprioritaskan untuk menunjang perekonomian. Simon (1988) menjelaskan bahwa hutan tanaman dataran rendah terdapat semak yang mendominasi lantai hutan. Beberapa liana serta epifit juga didapati dalam hutan ini. Berdasarkan pengamatan secara langsung, baik hutan tanaman dataran rendah berupa hutan tanaman mahoni dan hutan tanaman pegunungan rendah berupa hutan pinus banyak ditumbuhi semak dan herba, didapati pula liana dan epifit tetapi tidak mendominasi. Untuk hutan tanaman mahoni, telah terjadi permudaan alami dan lebih rimbun oleh berbagai bentuk pertumbuhan lain seperti liana dan epifit, utamanya rotan karena hutan tanaman mahoni sudah tidak difungsikan lagi sebagai hutan tanaman.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari pelaksanaan Praktik Tipe dan Pemanfaatan Hutan dapat disimpulkan bahwa :
1. Terdapat berbagai tipe hutan di Indonesia yang dapat diidentifikasi melalui lokasi, faktor klimatik, faktor edafik, dan karakteristik vegetasinya.
2. Hutan terdiri dari berbagai tipe, diantaranya vegetasi pantai, hutan mangrove, hutan payau, hutan hujan tropis dataran rendah selalu hijau, hutan tanaman dataran rendah, hutan tanaman pegunungan rendah, dan hutan hujan tropis pegunungan rendah.
3. Perencanaan strategi pemanfaatan tipe hutan dapat dilakukan dengan mengerti kondisi tanah yang ada dan faktor-faktor lingkungan di sekitarnya sehingga dapat mengetahui spesies pohon yang dapat tumbuh di tempat tersebut serta mengetahui manfaat-manfaat yang dapat diperoleh
4. Kondisi ekologi dari masing-masing tipe hutan dapat dilihat dilihat dari faktor klimatik, edafik, dan karakteristik vegetasinya.
Saran : Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan inovasi-inovasi baru untuk mengoptimalkan pemanfaatan hutan dengan bijaksana
DAFTAR PUSTAKA
Andewi, Bibiana Ating, Burhanuddin, dan Iswan Dewantara. 2015. Struktur dan Komposisi Vegetasi di Areal Petak Ukur Permanen (PUP) PT. Kawedar Wood Industry Kabupaten Kapuas Hulu. Jurnal Hutan Lestari Vol. 3 (1) : 150-159
Dahuri, R., 2003, Keanekaragaman Hayati Laut. Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Djufri, 2010. Analisis Vegetasi Pantai Barat Aceh Pasca Tsunami. Jurnal. Universitas Unsyiyah Darussalam. Banda Aceh.
Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Oosting, H.J. 1956. The Study of Plant Communities. W.H. Freeman Company. San Fransisco.
Pemerintah Indonesia. 1999. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN. Lembaran Negara RI Tahun 1999, No. 115. Sekretariat Negara. Jakarta.
Waryono, T. 2000. Reklamasi Pantai Ditinjau Dari Segi Ekologi Lansekap Dan Restorasi.Kumpulan Makalah Periode 1987-2008, Diskusi Penataan Ruang Wilayah Pantai dan Laut KabupatenCilacap
Wiharto, Muhammad. 2015. Kawasan Tropis Pegunungan, Sebagai Kawasan Rawan Bencana dengan Nilai Ekologi Tinggi dan Upaya Pelestariannya. Jurnal Bionature, Volume 16, Nomor 1.
Komentar
Posting Komentar